Kecoak Elektronik Indonesia [ KEI ] http://www.kecoak-elektronik.net #################################################################### TOKET - Terbitan Online Kecoak Elektronik Defending the classical hackers mind since 1995 Publisher : http://www.kecoak-elektronik.net Contact : staff@kecoak-elektronik.net #################################################################### Subject : Analisis Permasalahan Hukum Terhadap Mp3 Writer : Ahmad Zakaria of Kecoak Elektronik Contact : zka@kecoak-elektronik.net Style : Unicode Transformation Format (UTF-8) --[1]-- Kecoak Elektronik License Kecoak Elektronik secara aktif mendukung Blue Ribbon Campaign. Kami akan berusaha untuk menerbitkan semua informasi yang kami anggap patut diketahui, baik dokumen teks, artikel majalah, atau surat kabar. Seluruh kredit akan diberikan kepada sang pengarang. Kecoak Elektronik tidak bertanggung jawab atas tindakan orang lain. Informasi yang disajikan di situs ini adalah untuk tujuan pendidikan dan informasionil belaka. Jika anda memutuskan untuk mengejawantahkan dalam bentuk apapun informasi yang tersimpan di situs ini, anda melakukan atas keputusan sendiri, dan tidak seorangpun selain anda bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Dipersilahkan untuk mengambil sebagian atau seluruh dari isi artikel yang kami terbitkan dengan tetap mencantumkan kredit atas pengarang dan Kecoak Elektronik sebagai penerbit online. Artikel yang dikutip atau diambil tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan komersil. --[2]-- Pendahuluan MP3 adalah sebuah singkatan dari Motion Picture Expert Group, Layer 3 yang merupakan format encoding suatu data audio yang bertujuan untuk mereduksi dan melakukan kompresi sejumlah data dalam audio tersebut, namun tetap memiliki kualitas audio sama dengan yang tidak mengalami kompresi. Sebagai contoh, suatu data audio yang disimpan dalam format lain membutuhkan space sebesar 50 megabyte, sedangkan apabila mengguna kan format MP3, space yang dibutuhkan hanya seperlimanya saja, yaitu sekitar 5 megabyte. Faktor ukuran data dari MP3 yang hanya membutuhkan space yang sedikit dari sebuah hardisk dan semakin maraknya diseminasi atau pertukaran data di internet yang dipacu semakin tingginya kecepatan transfer data di Internet, telah menyebabkan terjadi penyebaran data MP3 yang begitu pesat. Penyebaran yang begitu pesat ini menimbulkan suatu isu penting seputar MP3, yaitu aspek legalitas dari MP3 khususnya terkait dengan hak cipta. Sebagian besar konten MP3 adalah sebuah musik atau lagu. Lagu tersebut biasanya berasal dari Compat Disk (CD) yang orisinil kemudian setelah melalui proses grabbing, lagu tersebut di kompresi menggunakan encoding software MP3 sehingga menjadi data MP3 yang biasanya berekstensi data .mp3. Rata-rata sebuah CD memuat sebelas hingga dua belas lagu dengan total data sebesar 650 MB. Setelah melalui proses konversi menjadi MP3, besar data masing-masing lagu berkisar antara lima hingga enam megabyte. Setelah mencapai besaran yang terkompresi, data-data tersebut dengan mudah dapat didistribusikan melalui internet. Data tersebut dapat di distribusikan melalui surat elektronik (e-mail), melalui proses upload ke server tertentu kemudian di-download, atau dapat juga melalui pertukaran data orang perorang yang biasa disebut dengan peer-to-peer networking. --[3]-- Form dan Substance MP3 Pemahaman terhadap MP3 terlebih dahulu dimulai dari pemahaman mengenai form atau bentuk dan substance atau isi dari MP3. Dilihat dari bentuknya, MP3 adalah sebuah software atau perangkat lunak. MP3 dapat dikategorikan secara bentuk sebagai software karena memiliki karakteristik sebuah software, yaitu dibangun berdasarkan algoritma tertentu, menggunakan suatu bahasa program (MP3 pertama kali ditulis menggunakan bahasa C), dan telah melalui proses coding dan decoding sehingga dapat dikenali oleh suatu operation system. Dengan pemahaman MP3 sebagai software, Thomson Consumer Electronics sebagai pemegang lisensi dari MPEG Layer 1, 2, dan 3, mematenkan software MP3 di negara yang mengakui adanya “software patent” seperti United Stated of America dan Jepang.sSesungguhnyaMP3 dikatakan sebagai sebuah software karena MP3 menjalankan suatu fungsi komputasi tertentu, yaitu melakukan konversi dan kompresi data audio dengan encoding MP3 hingga dapat didengarkan menggunakan MP3 player seperti WinAmp untuk platform windows da XMMS untuk platform *nix. Dengan dipatenkanya MP3, tidak banyak pengembang software yang mau mengembangkan software berbasis MP3, sehingga lahir beberapa software alternatif seperti Ogg, dan WMA. Dengan demikian, MP3 secara form menjadi illegal di negara-negara yang mengakui paten terhadap software, hingga berakhirnya waktu paten pada 2010 dan paten menjadi public domain. Dilain sisi, apabila memahami MP3 dari sudut pandang substansinya maka pemahaman ini beranjak dari konten atau isi dari MP3 itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konten atau isi dari MP3 adalah data audio yang umumnya merupakan musik atau lagu. Dengan pemikiran ini, maka secara substantif MP3 adalah sebuah karya cipta yang merupakan bagian dari Hak Cipta. Pemahaman terhadap bentuk dan isi MP3 amat penting untuk menentukan aspek legalitas dari MP3 tersebut, sehingga dapat diketahui kapan suatu MP3 merupakan data legal dan kapan suatu MP3 dikatakan sebagai data illegal. --[4]-- Aspek Legalitas MP3 Asosiasi Industri Rekaman Amerika (The Recording Industry Association of America/RIAA) tengah menghadapi permasalahan dengan sebuah mesin pencari (search engine) di Internet. Pada Maret 1998, Federasi Internasional Industri Phonograph (the International Federation of the Phonograph Industry/IFPI), sebuah asosiasi rekaman lain, mengajukan gugatan terkait dengan perkara kriminal terhadap FAST Search and Transfer ASA, sebuah search engine untuk pencarian MP3 yang berlokasi di Oslo. Search engine ini memberikan sebuah links langsung ke file MP3 untuk dapat diunduh secara langsung. FAST memberikan lisensi search engine tersebut kepada Lycos, salah satu search engine terbesar yang berlokasi di Amerika Serikat. Dilain kesempatan RIAA juga telah mengajukan gugatan terhadap Lycos di Amerika Serikat. Laporan yang telah diajukan IFPI hanya menyangkut tuduhan-tuduhan terhadap FAST yang merupakan masalah pelanggaran hak cipta. Namun, selama tujuh bulan setelah laporan tersebut diberikan, tidak terdapat gugatan atau laporan kriminal yang diajukan. Alasan yang paling dimungkinkan dengan tidak adanya tuntutan terhadap Lycos atau FAST adalah terdapat sebuah klausula perjanjian yang menyatakan search engine ini tidak memasukkan MP3 illegal kedalam database-nya. Pada Maret 1999, ketika terjadi ancaman penuntutan, Lycos tidak melakukan tindakan apapun terhadap perjanjian tersebut. Di sisi lain, Altavista’s Photo & Media Finder, sebuah search engine yang dapat mencari halaman-halaman khusus mengenai tipe-tipe multimedia termasuk MP3, telah mengambil suatu tindakan untuk menghentikan hukum di atas. Pertama, AltaVista memiliki kebijakan terhadap pelanggaran hak cipta yang tertulis dalam website-nya; pada prinsipnya, perusahaan tersebut memberitahukan kepada pengguna bahwa apa yang mereka unduh telah dilindungi hak cipta, dan pengguna harus mendapatkan izin sebelum menggunakan apa yang mereka unduh. Kedua, search engine memiliki tombol yang dapat digunakan pengunduh untuk melaporkan apabila ada data yang terlarang, hal tersebut memberikan hasil di site-nya bahwa data yang melakukan pelanggaran hak cipta telah diblokir dari AltaVista. Ketiga, para pembuat website akan menjaga website-nya agar tidak terlacak spider (sebuah software untuk merekam jejakan data yang kemudian diberikan kepada database search engine). Berdasarkan laporan tersebut, AltaVista akan menyaring data- data yang illegal untuk meminimalisir tuntutan dari RIAA dan asosiasi industri lainnya. Pada awalnya, Lycos tidak melakukan tindakan-tindakan tersebut di atas, tetapi sejak dikeluarkannya kebijakan dan penyangkalan dan ketika telah ditemukan cara untuk menemukan MP3 yang illegal, Lycos melakukan tindakan di atas. Seperti semula, AltaVista tidak diancam dan Lycos serta FAST telah menanggapi tuntutan yang diajukan terhadapnya, tindakan ini mungkin sudah cukup untuk meredakan tuntutan. Dengan menekan penyedia search engine, RIAA terlihat paling berusaha untuk mencegah peredaran MP3 illegal dalam komunitas “bawatanah” internet dimana data-data tidak mudah untuk diakses oleh pengguna biasa. Jika AltaVista dan Lycos mengikuti janji mereka, tujuan RIAA akan tercapai dengan efektif. Sepanjang MP3 yang illegal yang dapat ditemukan di search engine dapat dihilangkan dengan cepat, search engine akan mampu untuk mencegah penuntutan terhadap pelanggaran hak cipta. Yang menarik, hukum Amerika Serikat dapat membenarkan penuntutan terhadap hak cipta tersebut. Undang-undang Hak Cipta tahun 1976 tetap mengenakan tanggung jawab kriminal, walaupun tanpa pelanggaran langsung; bagi pihak yang mendukung pelanggaran tersebut dimungkinkan bertanggung jawab lebih berat. Berdasarkan undang-undang tersebut, pihak yang “diketahui dan diduga membantu atau besekongkol dalam pelanggaran hak cipta dapat dikenakan hukuman pidana seperti yang berlaku bagi pelaku utama”. Sebagai tambahan, undang-undang menetapkanbahwa sangat penting terdakwa menghubungkan dirinya dalam beberapa cara usaha melakukan tindakan kriminal dimana terdakwa tersebut ikut serta agar tujuan tindakan kriminal tersebut dapat timbul, dan terdakwa tersebut mencari cara-cara untuk membuatnya berhasil.” Laporan kriminal pada akhirnya dapat diajukan terhadap search engine, hal tersebut akan sulit dalam penuntutan yaitu pembuktian bukti yang penting. Dengan perkembangan format MP3 yang sangat populer, tidak dapat dihindari kenyataan bahwa search engine dapat menjadi hal yang bodoh dimana dalam kenyataannya data-data MP3 adalah ilegal dan data-data yang ilegal tersebut tersedia di search engine database. Di sisi lain, kelihatannya sebagian besar search engine akan dapat menyebabkan keberhasilan tindakan kriminal. Meskipun demikian, sebuah search engine tetap memiliki kesulitan dalam mendeteksi apakah MP3 tersebut ilegal atau legal. Search engine tersebut memfasilitasi salinan dan distribusi tersebut untuk menghasilkan uang melalui peningkatan iklan dalam suatu situs. Sayangnya, gugatan yang dapat menangani pelanggaran terhadap search engine dapat membawa kesulitan yang sama seperti terhadap Rio: salah satu contoh search engine, termasuk MP3, dimungkinkan memiliki mekanisme penggunaan tanpa pelanggaran, contohnya distribusi yang mensahkan keberadaan MP3. Beberapa pelanggaran lain akan dibutuhkan karena search engine mungkin tidak melakukan suatu hal yang akan menjadi pelanggaran langsung, seperti yang merujuk ke website lainnya. Beberapa kasus yang muncul di Swedia memperlihatkan kecenderungan tersebut. Tommy Olsson, mahasiswa swedia bersikap bahwa “dia mendukung pencurian musik dengan jaringan yang terhubung dengan arsip MP3 illegal dari websitenya”. Olsson diklaim bersalah oleh IFPI, organisasi yang sama dengan FAST yang digugat di Norwegia. Pengadilan mungkin menemukan kesalahan pada Osslon dan menetapkan ia bersalah atas pelanggaran hukum hak cipta, tetapi sejak tuntutan tidak diajukan, pengadilan tidak dapat memutuskan bahwa ia bersalah terhadap klaim tersebut. Namun, walaupun Olsson tidak secara langsung melakukan pencurian musik, dia tetap harus bertanggung jawab. Search engine pada dasarnya menunjukan fungsi yang sama seperti Olsson—menyediakan jaringan. Terhadap Olsson, berdasarkan hukum Amerika Serikat, tidak bertanggung jawab secara langsung tetapi dapat dikenakan tanggung jawab terhadap pelanggaran hak cipta. Dengan mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta, RIAA akan mampu untuk melindungi sebagian besar search engine gratis dari MP3 yang ilegal. Bagaimanapun juga, hal tersebut sepertinya menunjukan bahwa RIAA mungkin tidak akan mampu untuk menangkap beberapa search engine yang lebih kecil, yang lebih khusus yang sama dengan website RIAA. Alasan utama dari hal ini adalah kemampuan search engine untuk sering mengubah alamat web untuk menghindari deteksi/pencarian. Hal terbaik yang dapat dilakukan RIAA untuk memerangi pencurian ini adalah bersaing dengan search engine. Banyak yang memercayai, popularitas MP3 dapat menyebabkan reaksi yang kurang menarik terhadap RIAA dalam perubahan teknologi dan permintaan konsumen. Jika RIAA memiliki cara untuk menawarkan produknya dengan harga yang pantas, tingkat popularitas dari MP3 ilegal akan menurun drastis. Walaupun murah adalah lebih mahal daripada gratis, pencurian akan selalu terlihat dalam beberapa bentuk, sebagian besar konsumen walaupun mereka ikut melakukan pencurian, tetap ingin melakukan hal yang legal. Namun, saat ini tidak banyak yang berkompetisi secara legal. Jika konsumen menginginkan MP3 yang masuk dalam “Top 10 hit” , atau musik-musik yang berasal dari band terkenal, konsumen akan mendapatkannya dengan membeli CD musik tersebut atau mengunduh dari MP3 ilegal karena tidak ada pilihan lain yang legal. MP3 yang legal masih terbatas pada band yang tidak terkenal dengan beberapa pengecualian. Dengan memberikan kemudahan untuk mencari legal copy dengan harga yang wajar, sebagian besar konsumen mungkin akan memilih untuk membeli barang yang legal. Kemajuan terjadi dalam munculnya ide ini. RIAA datang dengan mengembangkan ide-ide untuk memasuki “electronik download market”. Namun industri tersebut diharapkan menjadi industri yang memiliki pengamanan lebih baik terhadap objek hak cipta. Industri tersebut berusaha untuk bekerja dengan alternatif perlindungan hak cipta MP3 yang disebut Secure Digital Music Initiative (SDMI). Teorinya, SDMI akan memiliki kualitas suara yang lebih baik daripada MP3 tetapi hanya dapat memberikan sedikit salinan untuk dibuat dalam hasil yang telah diberikan hak cipta (copyrighted work). Namun beberapa tahap dalam pengembangan, banyak insiders percaya bahwa format SDMI akan lebih lambat dan tidak efisien, sulit untuk digunakan, dan lebih mahal dari MP3. Jika kasusnya seperti itu, konsumen tidak akan menyukainya, dan beberapa memprediksikan bahwa SDMI akan gagal. Jika alternatif yang diberikan RIAA adalah untuk mencapai keberhasilan, maka apa yang dihasilkan haruslah sama dengan apa yang dapat diberikan MP3. Hal tersebut muncul bahwa RIAA masih berada dalam beberapa tahun dari tercapainya tujuan tersebut, sehingga pada saatnya nanti, RIAA akan berusaha untuk mengikuti cara sebelumnya yang telah dilakukan untuk menghambat MP3. --[5]-- Perlindungan Hukum Terhadap MP3 di Indonesia Maraknya peredaran MP3 illegal di Indonesia telah mencapai taraf yang menghawatirkan terhadap perkembangan investasi dibidang cakram optik. Menurut Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusara Rekaman Indonesia, Binsar Victor Silalahi, mengaku mengakhawatirkan maraknya VCD/DVD/ CD/MP3 lagu dan film bajakan. Berdasar catatan dia, dalam sebulan sekurang pembajak mampu memproduksi delapan juta keping VCD/DVD/ CD/MP3 bajakan, “Ini akan berpengaruh terhadap investasi cakram optik. Apalagi DVD/VCD porno dapat mengakibatkan kasus-kasus asusila di masyarakat. Ini harus ditekan,'' jelasnya. Awal perkembangannya, kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan kualitas lagu atau masik yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi digital seperti adanya MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa diminimalisir, bahkan kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada CD orisinal. Selain itu harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari harga keping CD orisinal. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal yang mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah, dibandingkan dengan MP3 bajakan yang beredar dengan harga lima ribu rupiah perkeping. Kedua faktor ini lah yang menyebabkan pembajakan MP3 di Indonesia semakin marak. Untuk menekan laju pembajakan dan atau peredaran MP3 bajakan di Indonesia perlu adanya law enforcement yang kuat dan tegas oleh aparat penegak hukum, Salah satunya melalui perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan terhadap MP3 dalam sudut pandang hukum mengenai hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta dapat kembali dipandang dari dua sisi yaitu form dan substance-nya. Dari sisi form-nya perlindungan hak cipta ditujukan pada MP3 sebagai software, sehingga MP3 memenuhi unsur sebagai Program Komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC) yaitu: Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut. Dengan terpenuhinya unsur MP3 sebagai program komputer / software, maka MP3 menjadi objek perlindungan dari hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a UUHC, yaitu: Pasal 12 (1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Amerika, dimana MP3 dilindungi dengan paten, yaitu dengan adanya software patent. Di Indonesia, sebuah program komputer bukan merupakan objek paten, hal ini berdasarkan Penjelasan Atas Undang-undang Tentang Paten yang menyebutkan sebagai berikut. Invensi tidak mencakup: (1) kreasi estetika; (2) skema; (3) aturan dan metode untuk melakukan kegiatan: a. yang melibatkan kegiatan mental, b. permainan, c. bisnis; (4) aturan dan metode mengenai program komputer; [cetak tebal dari penulis] Dengan demikian, MP3 bukan merupakan objek perlindungan paten sehingga tidak bisa dipatenkan di Indonesia. Selanjutnya, perlindungan apa yang tepat untuk melindungi MP3 secara form-nya sebagai software? Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, perlindungan hukum yang tepat bagi MP3 sebagai software adalah dengan mekanisme hak cipta. Apabila terjadi pelanggaran hak cipta seperti memperbanyak software MP3 atau mendistribusikan software tersebut tanpa izin Pencipta atau Pemegang Lisensi MP3 tersebut dan untuk tujuan komersial dapat diterapkan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (3) UUHC yaitu: (3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Akan tetapi, apabila perbanyakan software MP3 tersebut untuk tujuan membuat salinan cadangan program MP3 tersebut dan semata-mata untuk tujuan pribadi, maka perbuatan demikian bukanlah perbuatan yang melanggar hak cipta, hal ini berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15 huruf g UUHC. Selanjutnya, bagaimana perlindungan hak cipta terhadap substance atau isi dari MP3? Telah dijelaskan, isi atau konten dari MP3 lazimnya berisi lagu atau musik. Sebuah lagu atau musik dapat dikategorikan sebagai karya seni, dan berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf d sebagai berikut. Pasal 12 (1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: a. ... b. ... c. ... d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; MP3 yang banyak beredar di Indonesia memiliki konten lagu-lagu atau musik bajakan berasal dari CD orisinal yang di-ripping kemudian dikompilasi menjadi satu CD yang berisi data MP3 yang memiliki konten musin atau lagu digital. Dalam proses ini terjadi pengalihwujudan karya seni dari analog menjadi digital, pengalihwujudan lagu atau musik analog menjadi digital menyebabkan semakin mudahnya proses penyalinan musik atau lagu digital dari satu media ke media lainnya. Pengalihwujudan suatu karya cipta untuk tujuan komersil yang dilindungi oleh hak cipta harus berdasarkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, sehingga apabila proses pengalihwujudan lagu atau musik menjadi lagu atau musik digital tanpa seizin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, hasil konversi tersebut dianggap telah melanggar hak cipta, hal ini disebabkan, proses pengalihwujudan atau konversi dari suatu karya cipta sudah merupakan proses perbanyakan dari karya cipta itu sendiri. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUHC dikatakan sebagai berikut. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, apabila pengalihwujudan yang menyebabkan adanya perbanyakan terhadap suatu ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, tindakan tersebut dapat memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) UUHC yaitu sebagai berikut. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan, di Indonesia, meskipun MP3 tidak bisa dilindungi dengan Hak Paten, MP3 baik secara form maupun secara substansinya telah mendapat perlindungan hukum yaitu dengan adanya perlindungan terhadap hak cipta dari ciptaan MP3 tersebut. Permasalahan terkait MP3 illegal di Indonesia yang lebih banyak terjadi adalah pengalihwujudan musik dan lagu yang menyebabkan terjadinya perbanyakan ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Sedangkan permasalahan hak cipta terkain form dari software MP3 itu sendiri tidak banyak terjadi, hal ini antara lain disebabkan software MP3 memang dilisensikan sebagai free software yang artinya diperbolehkan untuk didistribusikan atau di salinkan secara gratis. Salah satu solusi untuk menekan laju peredaran MP3 illegal selain penegakan hukum adalah menyediakan MP3 legal dengan harga bersaing. Harga yang bersaing didapat karena penjualan MP3 legal secara online dapat memangkas jalur distrbusi. Perusahaan rekaman di Indonesia dapat meniru mekanisme penjualan MP3 yang telah dilakukan oleh iTuns, AllOfMP3, Tunster, dan lainnya. Diharapkan dengan adanya MP3 legal dengan harga bersaing, pebajakan di Indonesia dapat direduksi seminimal mungkin. Zka ----------------------------------------------------------------------- Copyleft Unreserved by Law 1995 - 2007 Kecoak Elektronik Indonesia http://www.kecoak-elektronik.net